Abstrak : Kelompok masyarakat yang berbentuk paguyuban masih terikat dengan tatanan hukum adat, adat istiadat, dan kepemimpinan lembaga adat, memiliki wilayah hukum adat serta memiliki hubungan lahiriah dan bathiniah dengan wilayah hukum adatnya. Opot adalah satuan mukim masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang berbentuk persekutuan kecil dan Lipu adalah satuan mukim masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang berbentuk persekutuan besar atau persekutuan setingkat kampung. Pemukiman masyarakat hukum adat Tau Taa Wana menyebar dibagian hulu Sungai Bongka dan hulu Sungai Salato yang terletak di bagian timur Propinsi Sulawesi Tengah, tepatnya berada di antara Pegunungan Balingara, Batui dan Pompongeo. Wilayah mukim tersebut melintasi 3 (tiga) wilayah administrasi kabupaten, yakni Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai. Keberadaan masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana di kawasan tersebut, telah berlangsung secara turun temurun jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka percaya bahwa wilayah tersebut adalah "Tana nTau Tua" (tanah leluhur) yang dibuktikan dengan adanya artefak-artefak kuno peninggalan leluhur pada tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan sebagai "Pangale Kapali" (hutan larangan). Sebagai komunitas yang secara turun temurun bermukim di dalam kawasan hutan, sudah tentu keberlanjutan kehidupan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana amat bergantung pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hutan, baik material maupun kultural. Secara material kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan, sarana produksi pertanian, bahan bakar, peralatan rumah tangga, maupun peralatan ritual diperoleh dari sumber daya hutan yang menjadi kekayaan wilayah hukum adatnya. Sedangkan secara kultural, hutan merupakan faktor pembangunan struktur kebudayaan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana.
Adat istiadat dan kearifan lokal pengelolaan sumber daya hutan yang diterapkan oleh masyarakat hukum adat Tau Taa Wana secara turun temurun, terbukti mampu mendatangkan keadilan dan kelestarian lingkungan, sehingga sesungguhnya merupakan modal sosial yang amat bermanfaat bagi pembangunan yang berkelanjutan. Namun dengan semakin maraknya kepentingan luar melangsungkan pengelolaan sumber daya alam di dalam dan di sekitar wilayah hukum adat Tau Taa Wana yang lebih mengutamakan pengerukan, dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan kehidupan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana.
Untuk menyelamatkan keberlanjutan kehidupan hukum adat Tau Taa Wana dan kelestarian lingkungan wilayah masyarakat hukum adat Taa Wana, sera tata nilai dan/atau norma-norma adat istiadat dan lembaga adat, serta kearifan-kearifan lokal yang merupakan warisan leluhur komunitas masyarakat hukum adat Tau Taa Wana, maka dipandang perlu segera menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar