Kamis, 20 Mei 2010

Hakekat Hati Mukmin

HATI memiliki kecenderungan, gejala dan subtansi yang menjadikannya bisa bersifat rabbani sekali waktu atau syaithani di waktu lain. Agama ini datang untuk mengarahkan hati manusia untuk menuju hakikatnya yang lurus. Apakah hati yang lurus itu ?
Hassan Banna rahimahullah, dalam salah satu ceramahnya mengatakan, hati seorang mukmin adalah hati yang sensitif dan terbuka. Terbuka untuk menerima hakekat sesuatu dan jauh dari sifat keras. Kesimpulan ini merujuk dai sejumlah firman Allah, diantaranya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah maka bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang telah kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mukmin yang sebenarnya” (QS: 8:2-3)
“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang patuh yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah kami rezekikan kepada mereka” (QS: 22:34-35)
Dalam hati seorang mukmin, terhadap dinamika sensitivitas dan perasaan dia jauh dari alpa. Jauh dari sifat kasar dan membatu, serta jauh dari kekurangan. Hatinya senantiasa peka, sehingga senantiasa melakukan koreksi diri atas berbagai dosa yang dilakukan. Sensitivitas merupakan keharusan hati orang-orang beriman seperti yang dinyatakan dalam QS Al-Hajj, ayat 35: “orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka”.
Adapun hati orang-orang yang tidak beriman, hati mereka keras membatu seperti dinyatakan dalam QS: Az-Zumar, ayat 22: “Maka celakalah orang-orang yang hati mereka telah keras membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu berada dalam kesesatan yang nyata”.
Hati seorang mukmin yang dikehendaki oleh Islam adalah hati yang senantiasa merasakan adanya hubungan dengan Allah yang maha Agung. Ia selalu bersama Allah dan tidak pernah berpisah sekejap pun. Demikianlah hati orang beriman, perasaan Muraqabahtullahnya semakin kuat.
Ia menyakini betul bahwa Allah senantiasa mendengar dan melihatnya, serta selalu mengawasinya dalam keadaan lapang maupun sempit. Ia juga menyakini bahwa Allah swt., kuasa melakukan segala yang dikehendakinya. Jika dia melakukan satu gerakan saja, gerakan itu tercantum dalam buku induk amalnya (diwanul amal). Dalam kondisi apapun, ia selalu bersama Allah swt., sebagaimana digambarkan dalam beberapa firmanNya:
“Apakah mereka mengira bahwa kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka ? Sebenarnya kami mendengar, dan utusan-utusan (malaikat) kami pun mencatat disisi mereka” (QS: Az- Zukhruf : 80); “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisiakan hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya lebih dari urat lehernya (QS: Qaaf : 16); “Dan jika kalian mengeraskan ucapan kalian sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dari yang tersembunyi” (QS: Thaha : 7).
Orang yang beriman tentunya menyakini hal ini dan merasakannya. Disamping itu akan terlihat olehnya apa yang ada dibalik “tirai”. Ia akan melihat bahwa Allah swt., itu lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri, dan ia akan menimbang amal perbuatannya dengan timbangan syaria.
Demikian seorang mukmin itu hidup di dunia. Hatinya sensitif, ia tidak akan melakukan kejahatan dan tidak akan menolak kebaikan. Bahkan ia selalu terikat dengan Allah swt. Ia beriman dengan apa yang ada dibalik kehidupan dunia ini. Ia akan selalu merasa bahwa Allah swt., selalu melihat dan mengawasinya dimana saja ia berada, baik di rumah, di jalan, di pabrik, di ladang dan seterusnya.
Inilah yang dinamakan iman, kepekaan dan hubungan dengan Allah swt.,serta kesadaran akan pengawasan Allah terhadap kita. Semoga kita selalu meningkatkan kualitas hati, dan iman kita. Wallahul Musta’an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar