Rabu, 19 Mei 2010

Kasih Ibu Sepanjang Masa

ALKISAH ada empat orang kakak beradik gugur dalam peperangan membela Islam pada masa pemeritahan Khalifa Umar Bin Khattab. Pemuda-pemuda gagah nan pemberani, menjadi mujahid melalui bimbingan seorang perempuan mulia bernama Khansa binti Amru.
Khansa binti Amru, seorang ibu bagi empat putranya itu, sangat piawai mengobarkan semangat jihad melalui syair-syairnya. Maka tatkala mengetahui ke-empat putranya gugur di medan laga dengan kemenangan Islam gilang-gemilang, Al-Khansa binti Amru terus memuji Allah dengan ucapan :
“Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan mensyahidkan mereka (empat anaknya), dan aku mengharapkan dari Tuhanku, agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!” Dari peristiwa peperangan itu pula Sang Ibu mendapat gelar kehormatan Ummu Syuhada.
Memang, betapa beruntungnya menjadi seorang ibu. Baginya terbentang pujian, penghormatan, dan kenangan istimewa dari tiap insan, karena setiap insan terlahir dari rahim seorang ibu. Rahim berarti kasih sayang. Sepotong kata yang enak didengar dan menentramkan. Begitu indah nan Suci.
Sungguhlah tepat Allah swt., yang menganugrahi rahim dalam diri seorang ibu, menjadikanya sumber kasih sayang bagi mahkluk mungil yang dilahirkannya, diasuh dan dibesarkan hingga dewasa, seterusnya bahkan sampai kapan pun jua. Kasih sayangnya akan terus mengalir. Dalam setiap doa dan pengharapan, ibu menginginkan yang terbaik bagi para buah hatinya. Kasih ibu sepanjang masa.
Tugas ilahiah seorang ibu, adalah tugas kodratnya. Sangat mulia dan berat, sehingga mustahil peran tersebut dapat dilaksanakan dengan tepat, tanpa adanya keselarasan jiwa seorang ibu dengan kodrad yang telah dianugrahkan oleh yang Maha Tahu. Jiwa suci penuh nur ilahi seorang ibu, akan mengantarkan putra-putrinya pada kehidupan penuh kemuliaan, kebahagiaan, ketentraman lahir bathin.
Sosok Anas bin Malik misalnya, dengan sentuhan nilai moral Sang ibu (Rumaisha binti Milhan/Ummu Sulaim) semenjak Anas masih kecil, menjadikan putranya tersebut sangat mengenal dan mengasihi Rasulullah Muhammad saw., berikut ajaran beliau yang mulia, meski belum pernah sekalipun bertemu muka dengan Rasulullah saw. Kerinduan Anas untuk bertemu dengan Raslullah begitu membuncah, meluap-luap. . . . hingga ketika tersiar kabar kedatangan beliau saw., ke Madinah, betapa bahagianya Anas bin Malik. Ia seolah tak sabar berjumpa Rasul.
Anas yang masih belia pun akhirnya membaktikan diri untuk melayani Rasulullah SAW, Anas bin Malik menjadi salah seorang “terhebat” dlm menghafal dan menyampaikan haditsnya.
Kisah-kisah di atas, hanyalah wakil dari jutaan kisah hebat seorang ibu dalam membesarkan dan mendidik buah hatinya, hingga menjadi insan mulia yang didambakan. Kita masih bisa menebarkan pandangan dan menemukan kisah-kisah mengagumkan dari seorang ibu yang mungkin tanpa kita sadari, berada di sekitar kita; bahkan pada diri ibunda kita sendiri.
Bayangkan petuah-petuahnya, yang meski sering kita bantah, namun terus mengalir, demi menjaga kita. Atau aktivitasnya yang dulu kita anggap hal sederhana: menyiapkan keberangkatan kita ke sekolah, menemani belajar, membelikan jajan, memilihkan pakaian, memijat badan kita, memegang kening kita, dengan penuh kecemasan. Aduhai Ibu. . ., sungguh indah kenagan bersamamu. Sungguh tak pantas, bila kita tak berbuat baik kepadanya.
Ribuan kilo jarak yang kau tempuh. Lewati rintang untuk aku anakmu. Ibuku sayang masih terus berjalan. Walau tapak kaki, penuh darah penuh nanah. Seperti udara, kasih yang engkau berikan. Tak mampu ku membalas Ibu. . . Ibu. . . . . . (Iwan Fals). Wallahul Musta’an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar