Minggu, 02 Mei 2010

Mahasiswa dan Pembangunan

Pembangunan merupakan keharusan dalam mewujudkan tujuan kemerdekaan nasional. Sebab, setelah kesatuan wilayah dan bangsa Indonesia tercapai, maka langkah selanjutnya dalam pengisian kemerdekaan adalah seperti tercantum dalam Primbol UUD 1945, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Cita-cita pembangunan ditujukan ke arah pencapaian masyarakat yang adil dan makmur, baik materil maupun spiritual. Oleh karena itu pembangunan menyangkut semua segi kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia, tegasnya, membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan merupakan pekerjaan yang berat dan kompleks, dan hanya akan berhasil apabila didukung oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang bhineka (pluralistis).
Mahasiswa sebagai bagian masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang belajar di perguruan tinggi, harus dan seharusnya memikul tanggungjawab dalam pembangunan. Sebagai generasi muda yang sedang belajar di perguruan tinggi, mahasiswa merupakan “Human Invesment” yang berkualitas tinggi, yakni menjadi obyek dari pembangunan. Di lain pihak, sebagai suatu kelompok masyarakat, mahasiswa merupakan subyek pembangunan yang seharusnya memberikan dharma-baktinya terhadap pembangunan. Kedua hal ini sebagai obyek dan sebagai subyek pembangunan hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.
Mahasiswa adalah bagian generasi masyarakat, tegasnya generasi muda yang karena kualitas mendapat kesempatan untuk menuntut ilmu pengetahuan di perguruan tinggi. Karena kualitas itulah, maka mahasiswa merupakan kelompok terbaik generasinya, kelompok elite dalam generasi muda dengan sifat-sifat kepeloporan, keberanian dan kritis.
Hak istimewa mahasiswa terutama terletak pada adanya kesempatan yang dipunyainya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Karena itu kewajibannya yang utama ialah berusaha agar haknya itu tidak berlalu dengan sia-sia, yaitu mahasiswa berkewajiban menjadikan diri mereka pemilik ilmu pengetahuan dan penguasa keterampilan, untuk dibaktikan kepada rakyat dan tanah air dalam pembangunan. Mahasiswa haruslah diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kualitas kepribadiannya dengan sebaik-baiknya, agar dapat menjadi seorang intelektual sejati. Seorang intelektual yang mendalam dan terampil dalam disiplinnya (spesialisasinya) tetapi mampu bekerja interdisipliner, dapat berkreasi dan berpendapat sendiri serta berani menyatakan pendapatnya itu dengan bebas. Dengan demikian mahasiswa akan merupakan “Human Invesment” yang berkualitas tinggi “tomorrow’s decision maker” yang memiliki integritas intelektual dan integritas kepribadian.
Dari segi lain, mahasiswa adalah bagian dari civitas academika yang dalam tradisinya memiliki kebebasan ilmiah dan kebebasan mimbar. Oleh karena itu perguruan tinggi merupakan pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dengan sifat-sifatnya yang bebas, tidak mempunyai kepentingan langsung (non-interest) dan hanya memihak kepada kebenaran dalam mengemukakan penilaian dan pendapatnya. Bahkan banyak bukti-bukti yang dapat dikemukakan dimana civitas academika tampil sebagai pendobrak kemacetan dalam negaranya, di antaranya seperti di Korea pada zaman Presiden Syahgman Rhee, Universitas Sarbonne di Perancis pada zaman Presiden De Gaulle, Universitas Ondurman di Sudan, dan masih segar dalam ingatan kita pada akhir zaman Presiden Soekarno (Orla) dan tragedi Trisakti 1998 yang meruntuhkan rezim pemerintahannya Presiden Soeharto (Orba) dan yang lain sebagainya di belahan dunia. Apabila civitas academika muncul ke depan, selalu mendapat sambutan luas dari masyarakat. Mengapa? Karena sifat-sifatnya yang bebas, non-interest serta hanya memihak kepada kebenaran, sehingga dalam pandangan mayarakat perguruan tinggi merupakan kubu tempat mempertahankan sendi-sendi intelektual, sendi-sendi kebudayaan dan sendi-sendi moral. Mahasiswa sebagai generasi muda kampus haruslah dipersiapkan untuk menjadi pewaris dan pelanjut tradisi civitas academika tersebut.
Seperti telah dinyatakan bahwa mahasiswa harus dan seharusnya memikul tanggungjawab dalam pembangunan. Peranan mahasiswa dalam pembangunan ini haruslah disesuaikan dengan dan didasarkan pada kedudukan dan spesialisasinya. Setiap partisipasi dalam suatu kegiatan dimulai dengan adanya pengertian tentang bentuk-bentuk dan tujuan daripada kegiatan itu serta nilainya bagi manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan pengertian yang mantap akan menimbulkan rasa ikut punya, yang selanjutnya melahirkan sikap-sikap yang konstruktif dan bertanggungjawab, serta keinginan yang sungguh-sungguh agar kegiatan itu mencapai sasarannya dengan sukses dan terhindar dari kegagalan. Demikian pula halnya dengan pembangunan. Oleh karena itu mahasiswa perlu diberi pengertian tentang masalah-masalah yang menyangkut pembangunan, baik yang berupa segi-segi teoritisnya, yakni dengan meninjaunya dari berbagai disiplin ilmiah seperti ekonomi, teknologi, sosiologi, psikologi, administrasi dan lain sebagainya, maupun yang berupa segi-segi praktisnya, seperti bagaimana tatacara yang harus ditempuh untuk mewujudkan suatu proyek pelita dan sebagainya. Mungkin hal ini dapat dilaksanakan dalam bentuk pemberian studium generale tentang pembangunan.
Pembangunan berarti perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih sempurna, baik dalam segi-segi fisik maupun segi-segi sosial-kultural dan sikap hidup (attitude). Peranan perguruan tinggi sebagai “creative minority” sangat penting, artinya dalam mendorong perubahan-perubahan tersebut. Oleh karena itu mahasiswa dengan sifat-sifat kepeloporan, keberanian dan kritis akan merupakan “agent of change”, motor penggerak perubahan-perubahan sosial kultural dan sikap hidup yang akan menopang pembangunan. Peranan ini akan dapat diwujudkan baik dalam bentuk-bentuk yang formal seperti program masuk desa, bimas, dan sebagainya, maupun yang informal terutama untuk kelompok-kelompok sosial darimana mahasiswa yang bersangkutan berasal. Hal yang terakhir ini sangat penting bila diingat bahwa masyarakat kita masih bhineka (pluralistis).
Disamping itu, partisipasi yang mungkin dilaksanakan mahasiswa dalam pembangunan secara langsung adalah dibidang penelitian dan kuliah kerja atau praktikum. Penelitian daerah sangat diperlukan dalam penentuan kebijaksanaan pembangunan, baik pembangunan sektoral maupun regional. Untuk hal tersebut mahasiswa dapat memberikan sumbangannya dengan melaksanakan penelitian terutama yang telah atau akan ada (seperti Regional Scientific Development Center). Sedang peranan melalui kuliah kerja atau praktikum akan besar manfaatnya bukan hanya bagi pembangunan tetapi juga memberikan manfaat atau pengalaman praktis bagi mahasiswa yang bersangkutan. Partisipasi ini dapat dilakukan melalui badan konsultasi atau lembaga pengabdian masyarakat.
Dari segi lain, mahasiswa sebagai kelompok yang bebas dan kritis-obyektif, akan sangat peka dan perasa terhadap peristiwa-peristiwa yang menyimpang dari kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu mahasiswa dapat berperan sebagai kekuatan moral (moral force) yang akan dapat melakukan kontrol sosial (social control) yang bertanggungjawab terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai dengan idealismenya. Kontrol sosial tersebut sebagai manifestasi perbedaan penilaian dan pendapat, dapat pula mengembangkan pada diri mahasiswa sikap mengakui dan menghormati hak orang atau kelompok lain untuk menyatakan pendapat dan pendiriannya sebagai masyarakat minimal dalam suatu masyarakat demokratis, terlebih-lebih bagi kita di Indonesia dengan masyarakat yang pluralistis. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar